LIKE KOREAN, BUT ALWAYS LOVE INDONESIA
Era globalisasi menuntut semua orang
untuk terus mengembangkan kemampuannya agar tidak tergilas oleh zaman. Di zaman
yang sudah modern ini, dengan berbagai alat komunikasi yang ada dapat membuat
sesorang mengakses berbagai hal dari luar negara. Di era globalisasi ini,
banyak kebudayaan luar yang masuk ke negara Indonesia. Kebudayaan-kebudayaan
luar tersebut ada yang cocok serta ada yang tidak cocok diterapkan di
Indonesia. Ketidakcocokan budaya tersebut dikarenakan budaya luar yang masuk ke
Indonesia tersebut tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Indonesia memiliki banyak kebudayaan
dari sabang sampai merauke. Semua kebudayaan yang dimiliki Indonesia merupakan
ciri khas yang dimiliki oleh Indonesia yang membedakan antara Indonesia dengan
negara-negara lain di dunia. Namun, lambat laun, seiring dengan perkembangan
zaman kebudayaan Indonesia semakin ditinggalkan. Kebudayaan luar yang masuk
menggeser kebudayaan-kebudayaan asli Indonesia.
Hal ini tentu menimbulkan
keprihatinan, karena generasi muda yang seharusnya meneruskan dan melestarikan
budaya Indonesia justru ikut terjebak dan terbawa arus budaya luar yang masuk
ke Indonesia. Generasi muda Indonesia harus mampu membawa budaya Indonesia ke
kancah internasional agar budaya Indonesia terus mempertahankan eksistensinya.
Indonesia memiliki beragam
kebudayaan yang masing-masing memiliki ciri khas. Sebagaimana dikatakan oleh
Sedyawati (2006: 317) bahwa kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki manusia
Indonesia hingga saat ini dapat digambarkan sebagai tumpukan pengalaman budaya
dan pembangunan budaya yang terdiri dari lapisan-lapisan budaya yang terbentuk
sepanjang sejarahnya.
Kebudayaan di Indonesia telah
mengalami berbagai akulturasi. Dari berbagai catatan sejarah yang dialami
bangsa Indonesia, Indonesia telah mengalami akulturasi dengan kebudayaan
Hindu-Budha, pada zaman masuknya agama Islam, serta akulturasi dengan
kebudayaan Eropa pada saat zaman kolonialisasi dan penjajahan.
Parekh (2008:217) mengatakan tentang
kebudayaan bahwa:
Karena kebudayaan kita sangat kaya, kesetiaan kita terhadapnya
memunculkan sejumlah kewajiban. Kita mempunyai kewajiban untuk menjaga kenangan
tentang mereka yang telah memberikan kontribusi besar dalam kebudayaan kita dan
mempertahankannya di saat-saat sulit, dan untuk meneladani cita-cita mulianya,
baik sebagai ungkapan rasa terima kasih maupun sebagai komitmen kita yang
berkesinambungan untuk meneruskan warisan kebudayaan. Kita juga wajib
memepertahankan dan mewariskannya pada generasi selanjutnya yang kita anggap
layak, untuk menyelamatkannya dari kesalahan-kesalahan yang bertentangan.
Sebagaimana dikatakan oleh Parekh di
atas bahwa kita harus senantiasa menjaga dan melestarikan kebudayaan-kebudayaan
yang dimiliki oleh Indonesia. Kita juga harus senantiasa mengekplorasi,
memperdalam, serta memperbaiki kerusakan budaya kita. Keanekaragaman kebudayaan
di Indonesia ini harus menyadarkan kita pada keanekaragaman budaya dalam diri
bangsa. Kita harus mampu berlaku adil terhadap keanekaragaman budaya yang
dimiiki bangsa Indonesia ini (Parekh, 2008:227). Tidak boleh terjadi perpecahan
karena alasan perbedaan kebudayaan.
Salah satu contoh budaya luar yang sekarang ini
booming di Indonesia adalah demam Korean Wave. Korean wave ini tidak hanya digemari oleh remaja, tetapi juga
anak-anak SD dan para orang tua. Budaya Korea Selatan ini berhasil menunjukkan
kiprahnya di dunia internasional. Di Indonesia pun Korean Wave ini sangat terkenal dan digemari dari banyak kalangan. Sebagai
contoh, beberapa pekan lalu masyarakat Indonesia dengan berbondong-bondong
penuh antusias menonton konser SM TOWN, yaitu
konser para girl band dan boy band Korea Selatan yang tergabung
dalam SM Entertainment di Gelora Bung Karno 22 September 2012 lalu.
Pemuda-pemudi berbondong-bondong dan dengan
histeris mereka menyambut girlband dan
boyband asal Korea selatan tersebut,
ada yang sampai menangis histeris karena tidak bisa melihat dan bertemu dengan
artis-artis pujaan mereka. Lalu, bagaimana apabila yang ditampilkan itu budaya
Indonesia, sebagai contoh pagelaran wayang atau sendratari? Adakah yang dengan
histeris menunjukkan kecintaannya terhadap kebudayaan Indonesia, bahkan apabila
ada pagelaran wayang seperti itu penontonnya pun tak sebanyak ketika konser SM TOWN lalu.
Korean Wave ini bermula dari munculnya boyband
dan girlband asal Korea Selatan yang mampu mendobrak industri musik di
seluruh dunia. Tak hanya dari boyband dan girlband, sinetron
dan film-film Korea Selatan mampu meracuni gaya hidup dan pemikiran orang di
seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Korean Wave membawa dampak yang luar biasa
bagi bangsa Indonesia ini. Para pengikut setia Korean Wave tak
tanggung-tanggung untuk mengeluarkan uang mereka demi membeli berbagai
aksesoris yang berhubungan dengan boyband dan girlband favorit
mereka. Belasan bahkan puluhan juta pun rela mereka keluarkan demi menonton dan
bertemu dengan boyband dan girlband yng mereka idolakan.
Hal ini sangat memprihatinkan tentunya, mengingat yang
terjebak dalam arus Korean Wave adalah para generasi penerus
bangsa yang nantinya akan membawa perubahan bagi bangsa Indonesia tercinta ini.
Tak hanya mahasiswa dan pelajar SMA yang terjebak dampak Korean Wave,
pelajar SD pun telah mengenal dan mengidolakan boyband dan girlband
asal Korea Selatan ini. Dampak Korean Wave begitu terasa di
Indonesia ini. Gaya rambut, pakaian, dan tingkah laku pun mengikuti trend
budaya Korea Selatan.
Keberadaan Korean
wave ini membuat generasi bangsa lebih tertarik dengan budaya Korea Selatan
ini daripada budaya asli Indonesia. Pengagum Korean Wave lebih suka untuk mempelajari bahasa Korea daripada
untuk mempelajari bahasa-bahasa daerah di tanah air Indonesia. Bila hal ini
terus berlanjut, maka kebudayaan-kebudayaan Indonesia akan punah.
Deman Korean Wave yang melanda pelajar seolah
menyebabkan kebutuhan akan pendidikan dinomorduakan. Para pelajar pecinta Korea
ini lebih memilih untuk mengeluarkan uang mereka untuk menonton konser boyband
dan girlband favorit mereka daripada menggunakan uang itu untuk
membeli buku pelajaran atau bacaan yang bermanfaat. Mereka lebih memilih
menggunakan uang yang berikan orang tua untuk membeli aksesoris-aksesoris yang
kurang penting daripada untuk membayar uang sekolah. Mereka lebih memilih untuk
menonton film Korea daripada menggunakan waktu mereka untuk belajar dan membaca
buku.
Dampak
yang lebih parah lagi dari Korean Wave tersebut adalah
hilangnya rasa nasionalisme pelajar akan bangsanya sendiri, Indonesia. Para
pecinta Korea lebih mengetahui dan memahami tentang negara Korea Selatan
daripada negara mereka sendiri. Kebudayaan negara Indoensia pun mereka lupakan
dan beralih pada budaya Korea Selatan yang mereka anggap lebih menarik.
Generasi bangsa Indonesia juga harus
mampu menunjukkan aneka ragam kebudayaan Indonesia agar bangsa lain mengakui bahwa
Indonesia adalah negara multikultur dan akan terus mampu menjaga kelestarian
budayanya. Generasi bangsa harus mampu membedakan mana budaya luar yang sesuai
dan tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Sebagaimana dikatakan oleh
Nasution, dkk (2007: xix) bahwa “putra-putra Indonesia tidak kalah dari bangsa
lain. Hampir dalam setiap bidang putra-putra Indonesia mampu mengerjakan
apapun,…”. Hal tersebut menunjukkan bahwa generasi bangsa Indonesia mampu
membawa dan tetap melestarikan kebudayaan Indonesia.
Berbagai
bentuk solusi perlu diterapkan
untuk mengatasi masalah demam Korean
Wave ini perlu dipikirkan mulai saat ini agar tidak berdampak negatif bagi
bangsa Indonesia kelak. Berbagai solusi itu akan dijabarkan sebagai berikut. Pendidikan multikultural
dapat dijadikan pegangan dalam memecahkan masalah Korean Wave. Dalam pendidikan multikultural terdapat mengajarkan siswa tentang
kebudayaan-kebudayaan Indonesia, antara lain pembelajaran tentang tarian
tradisional, musik tradisional, serta pakaian tradisional provinsi-provinsi di
Indonesia. Siswa-siswa SD perlu mempelajari dan memahami kebudayaan di
Indonesia. Siswa-siswa perlu ditanamkan rasa cinta terhadap tanah air agar
ketika ada budaya lain yang masuk ke Indonesia para siswa mampu memfilter kebudayaan mana yang sesuai dengn
jati diri bangsa Indonesia.
Dari pendidikan multikultural ini,
siswa akan dikenalkan dengan beragam kebudayaan nasional. Dalam pendidikan
multikultural tersebut siswa dididikkan untuk menghargai dan menghormati
berbagai kebudayaan yang ada. Apabila dalam diri siswa telah tumbuh rasa cinta
terhadap kebudayaan Indonesia, maka ketika demam Korean Wave melanda Indonesia, maka generasi
penerus bangsa akan tetap cinta pada kebudayan Indonesia.
Keberhasilan pendidikan
multikultural ini tidak lepas dari peran guru dalam menanamkan nilai-nilai
kebudayaan kepada siswa. Guru harus memberikan contoh dan teladan kepada para
siswa. Guru harus peka terhadap siswa dan perkembangan zaman yang senantiasa
berkembang. Sebagai contoh, ketika siswa SD terlalu fanatik dengan Korean Wave, guru harus memberikan pengertian dan penguatan kepada siswa untuk tidak
meninggalkan dan tetap mencintai kebudayaan asli Indonesia.
Peran orang tua juga sangat ikut
andil dalam pendidikan multikultural. Orang tua harus mampu mengarahkan anaknya
agar tidak terbawa dampak negatif dari Korean Wave. Selain
untuk mengarahkan, peran orang tua disini adalah untuk menunjang pendidikan
multikultural yang telah dilaksanakan di sekolah. Sehingga, siswa dapat melanjutkan
pendidikan multikultural yang didapatkannya di rumah. Maka tidak akan terjadi
miskonsepsi antara apa yang didapatkan di sekolah dengan apa yang didapatkan di
rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Adnan Buyung, dkk. 2007. Membongkar Budaya. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.
Parekh, Bhikhu. 2008. Rethinking Multiculturalism: Keberagaman Budaya dan Teori Politik.
Yogyakarta: Penebit Kanisius.
Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar