Senin, 24 Desember 2012

LIKE KOREAN, BUT ALWAYS LOVE INDONESIA


LIKE KOREAN, BUT ALWAYS LOVE INDONESIA

Era globalisasi menuntut semua orang untuk terus mengembangkan kemampuannya agar tidak tergilas oleh zaman. Di zaman yang sudah modern ini, dengan berbagai alat komunikasi yang ada dapat membuat sesorang mengakses berbagai hal dari luar negara. Di era globalisasi ini, banyak kebudayaan luar yang masuk ke negara Indonesia. Kebudayaan-kebudayaan luar tersebut ada yang cocok serta ada yang tidak cocok diterapkan di Indonesia. Ketidakcocokan budaya tersebut dikarenakan budaya luar yang masuk ke Indonesia tersebut tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Indonesia memiliki banyak kebudayaan dari sabang sampai merauke. Semua kebudayaan yang dimiliki Indonesia merupakan ciri khas yang dimiliki oleh Indonesia yang membedakan antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia. Namun, lambat laun, seiring dengan perkembangan zaman kebudayaan Indonesia semakin ditinggalkan. Kebudayaan luar yang masuk menggeser kebudayaan-kebudayaan asli Indonesia.
Hal ini tentu menimbulkan keprihatinan, karena generasi muda yang seharusnya meneruskan dan melestarikan budaya Indonesia justru ikut terjebak dan terbawa arus budaya luar yang masuk ke Indonesia. Generasi muda Indonesia harus mampu membawa budaya Indonesia ke kancah internasional agar budaya Indonesia terus mempertahankan eksistensinya.
Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang masing-masing memiliki ciri khas. Sebagaimana dikatakan oleh Sedyawati (2006: 317) bahwa kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki manusia Indonesia hingga saat ini dapat digambarkan sebagai tumpukan pengalaman budaya dan pembangunan budaya yang terdiri dari lapisan-lapisan budaya yang terbentuk sepanjang sejarahnya.
Kebudayaan di Indonesia telah mengalami berbagai akulturasi. Dari berbagai catatan sejarah yang dialami bangsa Indonesia, Indonesia telah mengalami akulturasi dengan kebudayaan Hindu-Budha, pada zaman masuknya agama Islam, serta akulturasi dengan kebudayaan Eropa pada saat zaman kolonialisasi dan penjajahan.
Parekh (2008:217) mengatakan tentang kebudayaan bahwa:
Karena kebudayaan kita sangat kaya, kesetiaan kita terhadapnya memunculkan sejumlah kewajiban. Kita mempunyai kewajiban untuk menjaga kenangan tentang mereka yang telah memberikan kontribusi besar dalam kebudayaan kita dan mempertahankannya di saat-saat sulit, dan untuk meneladani cita-cita mulianya, baik sebagai ungkapan rasa terima kasih maupun sebagai komitmen kita yang berkesinambungan untuk meneruskan warisan kebudayaan. Kita juga wajib memepertahankan dan mewariskannya pada generasi selanjutnya yang kita anggap layak, untuk menyelamatkannya dari kesalahan-kesalahan yang bertentangan.

Sebagaimana dikatakan oleh Parekh di atas bahwa kita harus senantiasa menjaga dan melestarikan kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia. Kita juga harus senantiasa mengekplorasi, memperdalam, serta memperbaiki kerusakan budaya kita. Keanekaragaman kebudayaan di Indonesia ini harus menyadarkan kita pada keanekaragaman budaya dalam diri bangsa. Kita harus mampu berlaku adil terhadap keanekaragaman budaya yang dimiiki bangsa Indonesia ini (Parekh, 2008:227). Tidak boleh terjadi perpecahan karena alasan perbedaan kebudayaan.
Salah satu contoh budaya luar yang sekarang ini booming di Indonesia adalah demam Korean Wave. Korean wave ini tidak hanya digemari oleh remaja, tetapi juga anak-anak SD dan para orang tua. Budaya Korea Selatan ini berhasil menunjukkan kiprahnya di dunia internasional. Di Indonesia pun Korean Wave ini sangat terkenal dan digemari dari banyak kalangan. Sebagai contoh, beberapa pekan lalu masyarakat Indonesia dengan berbondong-bondong penuh antusias menonton konser SM TOWN, yaitu konser para girl band dan boy band Korea Selatan yang tergabung dalam SM Entertainment di Gelora Bung Karno 22 September 2012 lalu.
Pemuda-pemudi berbondong-bondong dan dengan histeris mereka menyambut girlband dan boyband asal Korea selatan tersebut, ada yang sampai menangis histeris karena tidak bisa melihat dan bertemu dengan artis-artis pujaan mereka. Lalu, bagaimana apabila yang ditampilkan itu budaya Indonesia, sebagai contoh pagelaran wayang atau sendratari? Adakah yang dengan histeris menunjukkan kecintaannya terhadap kebudayaan Indonesia, bahkan apabila ada pagelaran wayang seperti itu penontonnya pun tak sebanyak ketika konser SM TOWN lalu.
Korean Wave ini bermula dari munculnya boyband dan girlband asal Korea Selatan yang mampu mendobrak industri musik di seluruh dunia. Tak hanya dari boyband dan girlband, sinetron dan film-film Korea Selatan mampu meracuni gaya hidup dan pemikiran orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
 Korean Wave membawa dampak yang luar biasa bagi bangsa Indonesia ini. Para pengikut setia Korean Wave tak tanggung-tanggung untuk mengeluarkan uang mereka demi membeli berbagai aksesoris yang berhubungan dengan boyband dan girlband favorit mereka. Belasan bahkan puluhan juta pun rela mereka keluarkan demi menonton dan bertemu dengan boyband dan girlband yng mereka idolakan.
Hal ini sangat memprihatinkan tentunya, mengingat yang terjebak dalam arus Korean Wave adalah para generasi penerus bangsa yang nantinya akan membawa perubahan bagi bangsa Indonesia tercinta ini. Tak hanya mahasiswa dan pelajar SMA yang terjebak dampak Korean Wave, pelajar SD pun telah mengenal dan mengidolakan boyband dan girlband asal Korea Selatan ini. Dampak Korean Wave begitu terasa di Indonesia ini. Gaya rambut, pakaian, dan tingkah laku pun mengikuti trend budaya Korea Selatan.
Keberadaan Korean wave ini membuat generasi bangsa lebih tertarik dengan budaya Korea Selatan ini daripada budaya asli Indonesia. Pengagum Korean Wave lebih suka untuk mempelajari bahasa Korea daripada untuk mempelajari bahasa-bahasa daerah di tanah air Indonesia. Bila hal ini terus berlanjut, maka kebudayaan-kebudayaan Indonesia akan punah.
Deman Korean Wave yang melanda pelajar seolah menyebabkan kebutuhan akan pendidikan dinomorduakan. Para pelajar pecinta Korea ini lebih memilih untuk mengeluarkan uang mereka untuk menonton konser boyband dan girlband favorit mereka daripada menggunakan uang itu untuk membeli buku pelajaran atau bacaan yang bermanfaat. Mereka lebih memilih menggunakan uang yang berikan orang tua untuk membeli aksesoris-aksesoris yang kurang penting daripada untuk membayar uang sekolah. Mereka lebih memilih untuk menonton film Korea daripada menggunakan waktu mereka untuk belajar dan membaca buku.
Dampak yang lebih parah lagi dari Korean Wave tersebut adalah hilangnya rasa nasionalisme pelajar akan bangsanya sendiri, Indonesia. Para pecinta Korea lebih mengetahui dan memahami tentang negara Korea Selatan daripada negara mereka sendiri. Kebudayaan negara Indoensia pun mereka lupakan dan beralih pada budaya Korea Selatan yang mereka anggap lebih menarik.
Generasi bangsa Indonesia juga harus mampu menunjukkan aneka ragam kebudayaan Indonesia agar bangsa lain mengakui bahwa Indonesia adalah negara multikultur dan akan terus mampu menjaga kelestarian budayanya. Generasi bangsa harus mampu membedakan mana budaya luar yang sesuai dan tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Sebagaimana dikatakan oleh Nasution, dkk (2007: xix) bahwa “putra-putra Indonesia tidak kalah dari bangsa lain. Hampir dalam setiap bidang putra-putra Indonesia mampu mengerjakan apapun,…”. Hal tersebut menunjukkan bahwa generasi bangsa Indonesia mampu membawa dan tetap melestarikan kebudayaan Indonesia.
Berbagai bentuk solusi perlu diterapkan untuk mengatasi masalah demam Korean Wave ini perlu dipikirkan mulai saat ini agar tidak berdampak negatif bagi bangsa Indonesia kelak. Berbagai solusi itu akan dijabarkan sebagai berikut. Pendidikan multikultural dapat dijadikan pegangan dalam memecahkan masalah Korean Wave. Dalam pendidikan multikultural terdapat mengajarkan siswa tentang kebudayaan-kebudayaan Indonesia, antara lain pembelajaran tentang tarian tradisional, musik tradisional, serta pakaian tradisional provinsi-provinsi di Indonesia. Siswa-siswa SD perlu mempelajari dan memahami kebudayaan di Indonesia. Siswa-siswa perlu ditanamkan rasa cinta terhadap tanah air agar ketika ada budaya lain yang masuk ke Indonesia para siswa mampu memfilter kebudayaan mana yang sesuai dengn jati diri bangsa Indonesia.
Dari pendidikan multikultural ini, siswa akan dikenalkan dengan beragam kebudayaan nasional. Dalam pendidikan multikultural tersebut siswa dididikkan untuk menghargai dan menghormati berbagai kebudayaan yang ada. Apabila dalam diri siswa telah tumbuh rasa cinta terhadap kebudayaan Indonesia, maka ketika demam Korean Wave melanda Indonesia, maka generasi penerus bangsa akan tetap cinta pada kebudayan Indonesia.
Keberhasilan pendidikan multikultural ini tidak lepas dari peran guru dalam menanamkan nilai-nilai kebudayaan kepada siswa. Guru harus memberikan contoh dan teladan kepada para siswa. Guru harus peka terhadap siswa dan perkembangan zaman yang senantiasa berkembang. Sebagai contoh, ketika siswa SD terlalu fanatik dengan Korean Wave, guru harus memberikan pengertian dan penguatan kepada siswa untuk tidak meninggalkan dan tetap mencintai kebudayaan asli Indonesia.
Peran orang tua juga sangat ikut andil dalam pendidikan multikultural. Orang tua harus mampu mengarahkan anaknya agar tidak terbawa dampak negatif dari Korean Wave. Selain untuk mengarahkan, peran orang tua disini adalah untuk menunjang pendidikan multikultural yang telah dilaksanakan di sekolah. Sehingga, siswa dapat melanjutkan pendidikan multikultural yang didapatkannya di rumah. Maka tidak akan terjadi miskonsepsi antara apa yang didapatkan di sekolah dengan apa yang didapatkan di rumah.



DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Adnan Buyung, dkk. 2007. Membongkar Budaya. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Parekh, Bhikhu. 2008. Rethinking Multiculturalism: Keberagaman Budaya dan Teori Politik. Yogyakarta: Penebit Kanisius.
Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar