Senin, 01 April 2013

MENDIDIK ITU MULIA, KAWAN


Sekarang bukanlah waktunya untuk mengeluh. Mengeluh karena salah jurusan? Buang saja rasa itu. Mulailah mencintai apa yang kita miliki sekarang. Berilah motivasi pada diri kita sendiri agar kita merasa mantap pada apa yang akan kita jalani. Kita berpijak dengan kaki kita masing-masing, saat kita tidak yakin akan jalan yang akan kita tempuh, maka selamanya kita akan terombang-ambing. Kalu bukan diri sendiri yang memperjuangkan, lalu siapa lagi yang akan memperjuangkan?
Sering kita mengeluh karena kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Ingatlah, bahwa Allah memberikan apa yang terbaik untuk kita meskipun hal itu tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Aku teringat, kalimat-kalimat yang sering ditanyakan oleh dosen-dosenku, “apa motivasi kalian masuk di PGSD? Karena keinginan sendiri atau karena paksaan orang tua atau karena salah jurusan?” Kalau kalian para calon bapak dan ibu guru, yang mana alasan kalian masuk PGSD? Hanya kalian yang tahu jawabannya.. J
Aku akan sedikit bercerita sedikit pengalamanku menjadi seorang calon Ibu Guru, semoga bermanfaat. J

Observasiku di SD N 3 Pengasih, Kulon Progo
Pagi itu, anak-anak sedang beristirahat. Aku datang dengan temanku dengan menggunakan sepeda motor. Aku mulai memasuki gerbang SD. Sebagian anak melihat ke arah kami, lalu mereka menghampiri kami berdua, “Ibu ibuu, ibuu mau KKN di sini ya?” kata mereka manja, sambil ada yang membonceng ke sepeda motor yang kubawa, “bu, aku naik yaa?” kata mereka riang. Aku bilang, “ehh hati-hati naiknya ya” Mereka naik ke motor yang kubawa sampai ke tempat parkir, lalu mereka turun.
Dengan riang anak-anak SD itu menyambut kami, mereka mengajukan berbagai pertanyaan. Kami mudah akrab. Mereka mencium tanganku, seakan aku guru mereka. “Nama ibu siapa?” kata mereka riang. “Ibu Lina. Kalau kamu namanya siapa?” kami saling berkenalan. Sungguh keceriaan khas anak-anak. Mereka bercerita banyak.
Ketika aku masuk ruang kelas, mereka berbondong-bondong meminta berkenalan denganku. Mereka menjabat dan mencium tanganku. Sungguh pengalaman yang luar biasa. Aku bertemu dengan sosok-sosok generasi penerus bangsa yang akan membangun bangsa Indonesia kelak. Mereka membutuhkan pondasi yang kuat untuk bisa membangun bangsa yang hebat. Merekalah anak-anak SD, yang kelak akan menjadi sahabat serta anakku. Dan akulah guru, orang tua, dan sahabat yang harus bisa menuntun mereka menuju jalan tujuan mereka masing-masing. J

Pengalamanku menjadi Ibu Guru bagi Murid-Muridku
Aku memutuskan untuk menjadi guru les di sebuah bimbingan. Menjadi “Ibu Guru” di kelas yang lebih sedikit daripada kelas klasikal di SD yang sesungguhnya. Aku bertemu dengan banyak anak dan dengan banyak karakteristik dan potensi. Banyak karakteristik itulah yang membuatku harus memutar otak untuk bisa membuat pembelajaran yang menarik untuk mereka. Dari sekian banyak kelas yang aku ajar, kelas 3 lah yang menarik perhatianku. Mereka membuatku harus mengeluarkan tenaga ekstra ketika mengajar. Di kelas itu ada anak yang sangat ramai, juga ada yang sangat pendiam. Seorang guru dituntut untuk bisa merangkul semua peserta didiknya. Namanya Aan, dia aktif, paling aktif di antara anak kelas 3. Dia suka berlari kesana kemari, suka bercerita ketika sedang diajar, tapi menurut ketika kuberi tanggung jawab. Pernah kusuruh dia menjadi asistenku, dan hanya dia yang kusuruh untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Meskipun dia banyak bercerita, tetapi ketika kubacakan soalnya, dia langsung menuliskan di papan tulis. Seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit kutemukan cara untuk lebih dekat dengannya.
Satu lagi anak kelas 3 yang menarik perhatianku, namanya Fery. Pipinya sangat chubby, badannya gemuk dan sangat menggemaskan menurutku. Dia sangat ramah kepadaku, pernah dia bertanya kepadaku, “Bu, kokk lama sekali tidak ke sini?”, aku sedikit kaget dan terharu mendengarnya. Kamu perhatian sekali nak.. J Pernah juga dia bertanya, “Bu, nanti Ibu mengajar kelas berapa?”, kujawab “Ibu mengajar kelas 6 e”. lalu dia membalas lagi “kokk tidak pernah mengajar kelas 3 lagi bu?”. Hari itu bukan jadwalku mengajar kelas 3, dan aku sudah tidak lagi diberi jadwal untuk mengajar kelas 3. Ketika jam istirahat les, dia sering mengunjungiku ketika aku mengajar les di kelas lain. Dia mengintip dan sedikit-sedikit bertanya kepadaku, kadang juga dia menggodaku.

Aku Bertemu Mereka saat Pertandingan Futsal
Malam itu, Rabu, 27 Maret 2013 aku memutuskan untuk menonton pertandingan futsal final kelasku. Awalnya aku agak ragu, mau berangkat menonton atau tidak karena badanku agak kurang sehat. Akhirnya aku memuruskan untuk berangkat. Sesampainya di sana, aku kaget. Aku melihat mereka. Kedua murid lesku. Aan dan Fery. J
Ternyata mereka menonton juga. Mereka diajak temanku yang juga merupakan guru les mereka. Kucolek mereka. Ternyata mereka tidak merespon cepat, mereka asyik menonton pertandingan. Lalu, saat mereka menoleh ke belakang, mereka berkata “lhoo Bu Lina”. Aku membalasnya, “haiii, kalian nonton juga? Ke sini sama siapa?”
Ternyata Aan, sang anak yang “luar biasa”, bisa akrab dan akur denganku. Ternyata begini cara mendekati Aan. Saat aku mulai mengikuti kesukaannya, dia akan luluh juga. Yaa, itulah anak-anak. J Kutemani mereka menonton. “Sini Fery mau dipangku Bu Guru? (karena kebetulan bangkunya terpakai semua)” Aku berbagi tempat duduk dengan Aan, dan Fery kupangku. Ternyata mereka serius sekali menonton, terutama Aan. Saat kelasku membutuhkan dukungan, mereka berdua juga berteriak mendukung kelasku, dengan senjata botol kosong sebagai musik pengiringnya.
Benar-benar aku senang bertemu mereka. Aku jadi tahu, ternyata anak punya sisi untuk dapat didekati. Tinggal bagaimana kita bisa menemukan sisi kedekatan dengan mereka. Bu Guru sayang kalian. J


Banyak pengalaman yang aku dapatkan menjadi seorang guru. Begitulah dunia anak-anak, mereka banyak bermain, berlari, berbicara, dan memiliki rasa ingin tahu yang amat tinggi. potensi mereka berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Potensi itulah yang perlu digali dan digali untuk dapat berkembang secara optimal. Merekalah anak-anak SD dengan sejuta kepolosan, mereka anak-anak yang perlu mengetahui banyak hal dari guru mereka. Mereka membutuhkan sosok guru sebagai orang tua dan sahabat di sekolah.
Ketika kamu bertemu dengan mereka secara langsung, maka kau akan merasakan sendiri panggilan jiwa dan tugas mulia untuk mendidik seorang anak menjadi orang luar biasa. Dalam dadamu akan bergemuruh, “aku ingin mereka bisa, aku ingin mereka tahu, aku ingin mereka paham, aku ingin mereka menjadi generasi penerus bangsa ini menjadi bangsa yang hebat”. Mendidik itu mulia, kawan, ketika kita ikhlas menjalaninya. Menjadi guru itu panggilan jiwa, bukan karena terpaksa. Selamat berlomba-lomba dalam kebaikan J

2 komentar:

  1. Waah... pengalaman menarik itu..
    Aku percaya dirimu bisa jadi bu guru yang sangat hebat. Semangat!! ^_^d

    BalasHapus
  2. terima kasih Zahra :)
    terimakasih doanya.. :)

    BalasHapus