Kamis, 26 April 2012

DANA KUR, KE MANAKAH HILANGNYA?

Dari sekian banyak krisis yang melanda Ibu Pertiwi, masalah ekonomi menjadi salah satu beban berat yang harus ditanggung oleh negara tercinta ini. Usaha-usaha kecil menengah menjadi salah satu solusi dalam menangani krisis ekonomi yang sekarang ini terjadi. Munculnya usaha kecil menengah ini membuka kesempatan bagi setiap orang untuk berwiraswasta, di tengah banyaknya pabrik dan industri luar negeri yang menjamur di Indonesia. Usaha-usaha ini membuka lapangan kerja bagi orang lain, sehingga kesempatan kerja pun semakin luas. Dan yang terpenting adalah usaha kecil dan menengah ini merupakan produk anak bangsa yang akan menumbuhkan kreativitas dari masing-masing orang untuk dapat merebut lahan di pasaran. Usaha kecil dan menengah ini dapat menggerakan perekonomian Indonesia yang semakin kacau oleh para investor dari luar negeri. Dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada di Indonesia ini, usaha kecil dan menengah ini lama-kelamaan akan berkembang dan membuat krisis ekonomi sedikit berkurang.
Banyak kelebihan dari usaha kecil menengah ini, namun pada kenyataannya banyak kendala yang terjadi. Kurangnya modal membuat para produsen mengurangi jumlah produksinya dan bahkan mundur dari usahanya. Masalah itu membuat pemerintah turun tangan dengan memberikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada para produsen agar usahanya semakin berkembang. Niat pemerintah memang baik, tetapi pada pelaksanaannya kredit yang yang diberikan pemerintah itu tidak sampai pada sasaran. Apa yang salah sehingga membuat program pemerintah ini tak sampai pada sasaran?
Banyak pihak yang tak bertanggung jawab yang dengan sengaja tega memakai uang rakyat untuk kepentingannya sendiri. Bantuan pemerintah ini seakan menjadi lahan para pihak yang bertanggung jawab untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Tak bisa dipungkiri, kasus ini membuat dana KUR menjadi tak terserap sehingga para produsen kecil dan menengah kehilangan mata pencahariannya. Pemerintah perlu melakukan peninjauan terkait dana KUR ini dan perlu adanya laporan pertanggungjawaban dari setiap daerah. Jika terbukti ada pelanggaran penggunaan dana KUR ini, pemerintah perlu menindaklanjuti dengan memberikan hukuman bagi pihak yang melakukan penyelewengan.
Perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam menangani kasus penyelewengan dana KUR ini. Masyarakat harus turut berperan aktif dalam memberikan informasi terkait penggunaan dana KUR ini. Jika masyarakat mengetahui adanya penyelewengan, maka harus melaporkannya kepada pihak berwajib. Pemerintah juga harus memberikan respon atas pengaduan masyarakat tersebut, bukan mengabaikannya. Jika masyarakat dan pemerintah saling bekerja sama, maka penggunaan dana KUR akan tepat sasaran demi kemajuan perekonomian Indonesia.

Dimuat di Suara Mahasiswa Harian Jogja  
Selasa Pon, 24 April 2012

Selasa, 24 April 2012

GURU DAN TANTANGAN LEMBIMJAR

Sekolah sebagai lembaga formal nampaknya kurang mendapatkan kepercayaan yang besar dari orang tua murid. Lembaga-lembaga bimbingan belajar nonformal pun kian menjamur di berbagai daerah di tanah air. Para orang tua cenderung memasukkan anak mereka ke lembaga-lembaga bimbingan belajar yang mereka anggap lebih mampu untuk mengubah anak mereka menjadi manusia cerdas yang instan.
Lembaga bimbingan belajar menawarkan kepada masyarakat suatu metode belajar yang mampu membuat anak mereka berprestasi secara akademik. Namun, jika kita telusur, metode yang digunakan di lembaga bimbingan belajar tersebut hanyalah metode instan yang membuat para siswa tidak mengerti akan konsep dari mata pelajaran yang diberikan. Para siswa hanya tahu cara-cara cepat dan praktisnya saja. Maka yang terjadi adalah siswa akan kesulitan untuk menjawab soal konsep yang sebenarnya sangat sederhana, tetapi dengan cekatan siswa dapat menjawab soal yang begitu sulit hanya dengan cara praktis saja.
Orang tua tanpa segan memasukkan anaknya ke lembaga bimbingan belajar. Tak hanya anak-anak yang kurang mampu menerima pelajaran di sekolah saja yang dibimbing di lembaga bimbingan belajar nonformal, tetapi juga anak yang dapat dikatakan pandai pada setiap mata pelajaran pun mengikuti bimbingan belajar tersebut. Harapan orang tua adalah agar anaknya yang pandai tersebut dapat semakin meningkatkan nilai akademiknya di sekolah. Sedangkan harapan orang tua yang anaknya kurang dalam menyerap mata pelajaran adalah agar anaknya tersebut dapat memperbaiki nilai akademiknya di sekolah.
Orang tua terlalu mengekang anak dengan mengikuti segala jenis lembaga bimbingan belajar hanya untuk mendapatkan nilai akademik yang baik. Anak yang kurang dalam mata pelajaran tertentu dipaksa untuk mengikuti lembaga bimbingan belajar, tetapi jika lihat kondisi psikologis anak, tentu hal itu akan semakin membatnya tertekan karena ia harus terus berkecimpung dengan hal yang memang ia tidak suka dan belum mampu untuk menguasainya. Orang tua perlu memahami anaknya, potensi lain apa yang dimiliki anaknya itu. Dan sebagai orang tua yang baik, justru orang tua harus menggali potensi yang ada di dalam diri sang anak agar potensi itu berkembang, bukan terus menekan anak kepada hal-hal yang memang anaknya itu tidak suka. Bagi orang tua, yang terpenting adalah anaknya mendapatkan nilai tinggi dan bisa menjadi juara kelas. Pandangan orang tua yang seperti itu perlu diperbaiki, karena bukan hanya aspek kognitif saja yang membuat anak itu berkembang, namun juga harus memperhatikan aspek afektif dan psikomotor sang anak.
Tak hanya orang tua, siswa itu sendiri juga bangga dan seakan sangat mengagungkan lembaga bimbingan belajar nonformal itu. Siswa lebih percaya kepada lembaga bimbingan belajar itu daripada guru mereka di sekolah. Alhasil ketika pelajaran di sekolah, siswa lebih banyak yang bercerita sendiri tanpa memperhatikan pelajaran yang di sampaikan oleh guru.
Pelaksanaan lembaga bimbingan belajar ini tentu berlawanan dengan pendidikan karakter yang sekarang ini sedang gencar dilaksanakan di setiap lingkungan instansi pendidikan. Apakah Indonesia akan terus menciptakan insan yang cerdas di bidang intelektual tanpa ada penyeimbangnya, yaitu moral? Sekolah merupakan lembaga yang tak hanya sebagai lembaga yang memberi pengajaran, namun juga memberikan pendidikan, tak selamanya harus mengukur kemampuan anak dengan nilai akademik. Jika ini yang terus dilakukan, maka siswa-siswa akan terus mengejar nilai akademik tersebut agar mendapatkan nilai sempurna. Pendidikan seperti ini lah yang selama ini terjadi di Indonesia. Sehingga menimbulkan praktik-praktik kecurangan pada diri siswa.
Guru sebagai pengajar dan pendidik kurang memberikan inovasi dalam setiap pengajarannya, sehingga membuat siswanya menjadi jenuh dengan metode belajar yang biasa-biasa saja. Metode yang biasa-biasa saja ini membuat siswa beralih ke lembaga-lembaga bimbingan belajar untuk mendongkrak nilai akademiknya di sekolah. Dengan semakin banyaknya siswa yang masuk dan belajar ke lembaga bimbingan belajar nonformal, membuat lembaga bimbingan nonformal semakin harum namanya. Dan dengan bangganya lembaga bimbingan belajar mempromosikan lembaganya menggunakan siswa yang berprestasi tinggi. Siswa yang memperoleh peringkat tertinggi Ujian Nasional, mereka jadikan brosur, sehingga masyarakat akan terus berfikir bahwa lembaga tersebut dapat mencetak anak berprestasi.
Guru di sekolah seharusnya lebih percaya diri bahwa ia mampu mendidik dan mengajar yang lebih baik bagi siswa-siswanya. Jika guru percaya diri dan mampu menggunakan segala potensi yang ada serta dapat menerapkan metode pembelajaran yang kreatif, maka siswa akan lebih suka diajar guru mereka sendiri dibandingkan masuk ke lembaga bimbingan belajar nonformal. Hal penting yang kadang diabaikan oleh guru adalah karakteristik siswa yang diajarnya. Karakteristik siswa itulah yang menjadi kunci ketika guru akan menyampaikan materi pelajaran. Karakter yang berbeda tentu membuat metode pembelajaran yang digunakan berbeda pula. Ini merupakan tantangan bagi setiap guru untuk dapat menerapkan metode yang mendukung bagi siswa. Guru yang bersertifikat tentu sangat diharapkan dapat menciptakan suasana yang kondusif tersebut, bukan hanya untuk mendapatkan gaji besar semata tanpa ada kemajuan cara mendidik dan mengajarnya.
Sekolah diharapkan dapat menjadi lingkungan yang nyaman dan kondusif untuk menciptakan perkembangan yang optimal bagi siswa. Perkembangan optimal di sini adalah perkembangan yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai kehidupan yang baik dan benar masing-masing siswa. Dan perkembangan optimal tidaklah bisa diukur dengan tingkat intelektual yang tinggi melainkan di mana siswa dapat mengenal dan memahami diri, dapat mengarahkan diri sesuai dengan sistem nilai, dan mengambil keputusan dengan tanggung jawab sendiri, serta terciptanya moral yang baik bagi setiap siswa.

Oleh Lina Puspitaning Rahayu, Mahasiswa PGSD, FIP, UNY
Dimuat di Harian Merapi Selasa Wage, 10 April 2012

Ini Cara Nge-galauku, Apa Cara Nge-galaumu? :D

Semua orang pasti pernah merasakan galau. Mungkin karena kecewa, sedih, marah, banyak pikiran atau mungkin masalah cinta? Ahh! Whatever soal cinta. Lupakan cinta! Hehe. Dan banyak juga cara orang melampiaskan ke-galau-annya. Tapi jangan sampai galau itu terus menyesakkan dadamu.
Galau bisa disiasati dengan melakukan banyak cara. Salah satunya dengan MENULIS. Yapp! Menulis. Tulis, tulis, dan tulis. Eitts, tunggu dulu, mungkin kalau menulis diary, galaumu akan bertambah parah. Mungkin kamu tambah nangis (kalau aku :p), atau tambah stress. Jadi tulis apa? Tulislah hal-hal yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Menyampaikan ilmu yang kita sampaikan pada orang lain itu dapat pahala lhoo. Mungkin yang ditulis bisa berupa karya ilmiah, atau artikel opinimu tentang kejadian di sekitar. Tuliskan apa yang ingin kamu tuliskan, baik kritikan, saran, atau motivasi.
Kalau dengan menulis kejadian-kejadian di sekitar kan pikiran kita jadi tidak terpusat pada masalah yang membuat kita galau. Mungkin untuk pertama kalinya kita membutuhkan suatu pembiasaan, namun jika sudah terbiasa maka hal itu akan sangat menyenangkan. Pikiran kita akan beralih ke tulisan yang ada dihadapan kita, kita bisa berimajinasi tentang kehidupan sosial yang menurut kita IDEAL. Yapp! Semua orang punya idealismenya sendiri. Maka tulislah, dan perlahan-lahan gapailah IDEALISME kita itu hingga menjadi sebuah REALITA.
Dengan kita menulis, kita juga dapat mengkritik suatu kebijakan, namun kritikan itu harus membangun dan dapat dipertanggungjawabkan. Jangan beranggapan bahwa hanya dengan menulis aspirasi kita tak akan tersampaikan. Itu justru sebaliknya, dengan menulis aspirasi kita akan lebih dihargai dan akan lebih terhormat dibandingkan dengan harus turun ke jalan melakukan aksi demo anarkis. Jadi, mau pilih yang mana? Menulis atau demo?
Tapi ingat, kita punya landasan dan filsafat negara Indonesia tercinta ini, yaitu Pancasila. Idealisme kita jangan sampai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi landasan berpijak kita dalam setiap aspek kehidupan. Idealisme kita harus sejalan dengan apa yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.
So, its time to try. Ayo menulis! Kapan kamu mau mulai menulis? Banyak manfaat dari kita menulis. Nama kita akan terkenang sepanjang masa dengan kita menulis. Kita sudah diberi anugerah oleh Tuhan, maka manfaatkanlah apa yang telah diberikan itu sebaik mungkin.
Jadi ini cara nge-galauku kalau aku lagi galau (terutama soal cinta, bukan cuma soal cinta sama kekasih lhoo). Hehe.. Melampiaskan semua yang ada dibenakku tentang berbagai masalah dengan menulis. Lalu, apa cara nge-galaumu? :D

"Orang boleh pandai setinggi langit, kalau tidak menulis maka ia akan hilang ditelan zaman..."
-pramoedya ananta toer-