Minggu, 26 Mei 2013

Vidi Qur’an: Video Digital Al Qur’an, Media Mengatasi Buta Huruf Al Qur’an Berbasis Audiovisual


Nurrina Dyahpuspitaa, Lina Puspitaning Rahayub, Witrias Swestika Nc

a,b,cFakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia

a08996688036
b08996640080
c085643296840

Era globalisasi membawa banyak pengaruh dan perubahan dalam berbagai kehidupan masyarakat. Salah satunya dalam bidang sosial yang menuntut semua kalangan untuk semakin produktif. Tingginya iklim persaingan telah membuat banyak orang sibuk dengan urusan duniawinya, tanpa mempersiapkan bekal untuk akhirat kelak. Kesibukan dunia telah membuat banyak orang tidak sempat atau bahkan tidak meluangkan waktu untuk belajar memahami Al Qur’an. Hal tersebut membuat mereka tidak dapat membaca huruf Al Qur’an. Padahal mereka beragama Islam. Dan saat mereka tua menyadarinya, tak sedikit yang merasa malu untuk belajar dari awal.
Dalam kehidupan sehari-hari, semua umat muslim harus mampu beribadah dan memegang teguh ajaran Al-Qur’an. Kandungan Al Quran tersebut merupakan ajaran yang paling benar karena bersumber dari wahyu Allah kepada utusan-Nya melalui perantara malaikat Jibril. Sehingga, semua manusia perlu untuk mempelajari dan mengamalkannya. Dan tak semestinya buta huruf Al Quran menghalangi niat untuk belajar.
Berdasarkan data yang diperoleh, dibuat alternatif untuk mengurangi angka buta huruf Al Qur’an di atas berupa Qur’an Video. Qur’an Video ini merupakan media yang dapat digunakan sebagai sarana belajar Al Quran mulai dari ilmu dasar seperti huruf, angka, ayat, kalimat dan terjemahan kandungan Al Qur’an yang disertai dengan cara membacanya. Selain itu, dilengkapi pula dengan video yang menggambarkan kandungan ayatullah. Media ini juga bersifat audiovisual sehingga memudahkan pengguna dalam belajar Al Qur’an karena melibatkan aspek penglihatan dan pendengaran. Dengan adanya Qur’an Video ini, diharapkan dapat mengurangi jumlah angka buta huruf Al Qur’an, meningkatkan kualitas bacaan, dan  dapat menenangkan hati para pembaca yang menerapkan kandungan ayatnya.


Kata kunci: Qur’an Video, Buta Huruf Al Qur’an, Media Audiovisual



Diajukan dalam rangka mengikuti Lomba Islamic Chemistry Week ITS

Selasa, 21 Mei 2013

MENGAJAR BUKAN MENGHAJAR, MENDIDIK BUKAN MENGHARDIK


“Pahlawan tanpa tanda jasa” itulah sebutan untuk guru yang mengabdi demi mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Ilmu pengetahuan, nilai (value), serta keterampilan diberikan oleh guru kepada muridnya yang akan menjadi generasi penerus bangsa. Dari guru seorang anak belajar membaca, menulis, dan berhitung. Seorang anak yang bagaikan selembar kertas putih mulai belajar berbagai macam hal yang diajarkan oleh gurunya.
Begitu mulia tugas guru untuk menjadi seorang pendidik dalam mengentaskan kebodohan di negeri ini. Namun, masih sering kita jumpai guru melakukan tindak kekerasan kepada murid. Entah itu dengan memukul atau dengan berkata kasar kepada murid. Tak jarang guru memukul siswanya sampai si siswa mengalami luka, baik itu luka secara fisik maupun psikis. Luka fisik akan menimbulkan bekas luka pada tubuh anak, bahkan kekerasan secara fisik dapat menyebabkan kematian pada anak. Memukul anak dengan menggunakan benda seperti kayu, rotan dapat menyebabkan luka pada tubuh anak, atau apabila anak sudah tidak sanggup menerima pukulan tersebut dapat menyebabkan kematian seorang anak.
Luka psikis agak sulit untuk diobati. Siswa akan mengalami gangguan mental, contohnya siswa akan menjadi lebih agresif karena meniru tindakan sang guru. Anak-anak masih berada pada tahap di mana ia meniru perilaku yang dilakukan orang dewasa. Saat anak sering menjumpai perilaku kekerasan maka anak akan meniru tindakan yang dilihatnya. Anak akan menjadi agresif dan mudah marah serta menggunakan kekerasan ketika menemukan suatu masalah. Dampak lain adalah siswa menjadi pendiam dan tidak mau menyampaikan pendapatnya saat di kelas karena takut dimarahi atau dipukul gurunya. Tak jarang siswa SD masih merasa takut salah jika ditanya oleh gurunya, ia lebih baik diam daripada menjawab dengan salah. Hal ini dapat mematikan kreativitas siswa, siswa seakan dihantui dengan rasa bersalah. Apabila hal ini terus terjadi, seorang anak akan kehilangan daya kreativitasnya sampai ia dewasa kelak.
Siswa SD memang sulit di atur, banyak bicara, suka berlari di dalam kelas. Ini semua membutuhkan kesabaran dan kreativitas dari guru untuk menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan kondusif. Guru tidak boleh ringan tangan dan membentak siswa dengan kata-kata kasar, karena akan berdampak pada kepribadian siswa. Guru harus bisa menjadi orang tua dan teman yang baik bagi siswa. Guru harus mampu menjadi pembimbing di saat siswa membutuhkan bimbingan. Guru adalah orang tua di sekolah. Oleh karena itu guru harus mampu mengayomi seluruh siswa yang ada di kelas. Saat siswa sulit diatur, di sinilah guru ditantang untuk bisa kreatif dan inovatif dalam merancang suasana kelas. Guru adalah teman bagi siswa, saat siswa membutuhkan bantuan. Oleh karena itu, guru bukanlah orang yang harus ditakuti oleh siswa, guru adalah teman dan orang tua bagi siswa.
Siswa akan lebih menyukai suasana belajar yang menyenangkan dan gembira. Saat kondisi senang dan gembira itulah siswa akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang disampaikan guru. Hal sebaliknya, apabila siswa dalam kondisi yang tertekan, marah, sedih, atau ketakutan maka kemampuan belajar siswa menjadi kurang maksimal. Pada kondisi tersebut, kemampuan otak untuk berfikir rasional menjadi mengecil. Apabila siswa belajar dalam kondisi yang menurutnya kurang menyenangkan, maka siswa akan merasa kesulitan untuk menerima materi pembelajaran yang diberikan guru.
Guru yang ramah, humoris dan menyenangkan akan lebih disukai oleh siswanya, daripada guru yang berlabel galak. Guru yang berlabel galak akan ditakuti oleh para siswanya dan siswa akan menjadi tidak nyaman saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa akan merasa tertekan dan depresi karena takut salah apabila diajar oleh guru yang sudah dicap galak. Siswa yang menjawab dengan salah tidak boleh dibentak atau bahkan dipukul. Jawaban salah juga harus tetap diberi penghargaan oleh guru. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa tidak merasa minder dari teman-teman yang lain. Justru dengan jawaban salah tersebut siswa akan belajar untuk mencari jawaban yang benar. Seperti halnya Thomas Alfa Edison, penemu lampu pijar, yang harus melakukan seratus kali percobaan sebelum ia berhasil menemukan lampu pijar.
Guru harus mampu membuat strategi pembelajaran yang menyenangkan sehingga bisa membuat suasana kelas menjadi kondusif. Jalan kekerasan sangat tidak dianjurkan untuk menertibkan siswa yang nakal dan ramai saat di kelas. Tugas mulia guru adalah mengajar, bukan menghajar siswa, mendidik siswa bukan menghardik siswa. Guru adalah orang yang akan “digugu dan ditiru” oleh siswanya, jadi tidak sepantasnya guru melakukan kekerasan pada siswa yang hanya akan membawa dampak negatif bagi perkembangan siswa. Dampak negatif tersebut dapat terbawa sampai anak dewasa atau bahkan tua nanti.


Termuat di Koran Merapi
Kamis, 14 Februari 2013