Penghapusan label
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI) oleh Mahkamah Konstitusi tentu menjadi sebuah kejutan baru
bagi dunia pendidikan. RSBI/SBI dianggap telah melalaikan tugas negara dalam
menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi semua warga negara Indonesia.
Adanya label RSBI/SBI seakan-akan membuat pendidikan yang berkualitas hanya berada
di sekolah yang berlabel RSBI/SBI, sedangkan sekolah yang tidak berlabel RSBI/SBI
dianggap bukan sekolah yang berkualitas.
Dalam Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab IV pasal 5 ayat 1
disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu. Jelaslah bahwa menurut UU tersebut
bahwa “setiap warga” berhak memperoleh pendidikan, maka warga yang miskin pun
berhak memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa harus mengeluarkan uang yang
banyak. Oleh karena itu, penghapusan label RSBI/SBI merupakan keputusan yang tepat
untuk menciptakan pendidikan yang merata bagi semua warga negara Indonesia.
Sekolah-sekolah yang
belabel RSBI/SBI menciptakan suatu kastanisasi pendidikan. Siswa yang bersekolah
RSBI/SBI seakan berada di kasta yang paling tinggi, sedangkan siswa-siswa
nonRSBI/SBI berada pada kasta yang rendah. Penggunaan bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar di sekolah-sekolah RSBI/SBI dapat mengurangi rasa cinta akan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa daerah untuk melestarikan
kebudayaan-kebudayaan daerah. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang tetap
bisa mengikuti arus
globalisasi, tanpa
melupakan budaya nasional dan budaya daerahnya.
Diskriminasi
pendidikan sangat terlihat dengan adanya sekolah-sekolah RSBI/SBI. Mahalnya
biaya di Sekolah Bertaraf Internasional, membuat warga yang tingkat ekonominya
rendah merasa minder untuk
menyekolahkan anaknya di sekolah yang telah bertaraf internasional. Dan pada
akhirnya masyarakat golongan bawah hanya dapat menyekolahkan anaknya di sekolah
biasa yang sarana dan prasarananya kurang. Sedangkan bagi siswa yang kaya, akses pendidikan menjadi sangat mudah
karena mereka mampu membayar mahal untuk dapat duduk di bangku sekolah yang
memiliki sarana dan prasarana yang sangat lengkap.
Di saat masih ada
siswa yang tidak mampu mendapatkan pendidikan karena faktor biaya, RSBI/SBI
semakin membuat siswa miskin semakin sulit mendapatkan pendidikan yang
berkualitas. Pendidikan yang berkulitas harus bisa dijangkau oleh seluruh warga
negara Indonesia tanpa membedakan antara siswa miskin dan siswa kaya. Siswa
miskin juga berhak memperoleh pendidikan yang berkualitas tanpa biaya yang
mahal.
Pendidikan bermutu tidaklah harus mahal, itulah yang
diinginkan setiap warga miskin agar dapat memperoleh keadilan dalam bidang
pendidikan. Dengan dihapuskannya RSBI/SBI diharapkan semua warga dapat
memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa harus terbentur oleh mahalnya biaya
pendidikan. Penghapusan RSBI/SBI diharapkan dapat menghapuskan kastanisasi dan
diskriminasi pendidikan di Indonesia agar terciptanya keadilan pendidikan bagi
siswa miskin dan siswa kaya.
Sekolah bukanlah tempat menunjukkan kekayaan yang
dimiliki, namun sekolah merupakan wahana untuk membentuk generasi penerus
bangsa yang berjiwa Pancasila. Sekolah bukanlah ladang bisnis, sekolah harus
mampu menyantuni siswa-siswa miskin untuk mendapatkan bantuan sekolah gratis.
Dengan dihapuskannya RSBI/SBI diharapkan tidak ada lagi iuran yang memberatkan
orang tua murid. Di lain pihak, penghapusan RSBI/SBI diharapkan tidak
menurunkan kualitas sekolah-sekolah yang dulunya berlabel RSBI/SBI. Meskipun
tidak lagi berlabel RSBI/SBI, sekolah harus tetap mempertahankan kualitas
pendidikan yang dimiliki.
Sekolah harus benar-benar menjangkau seluruh lapisan
masyarakat, baik masyarakat golongan bawah sampai masyarakat golongan atas.
Masyarakat golongan bawah tentu memiliki harapan besar agar dapat hidup lebih
baik dengan memperoleh pendidikan. Mereka ingin mengubah jalan hidup menjadi
lebih baik melalui pendidikan. Mereka ingin kebutuhan akan pendidikan terpenuhi.
Pemerintah tidak boleh memupuskan harapan warga miskin untuk memperoleh
pendidikan, kebijakan pemerintah harus bisa menjangkau warga miskin untuk dapat
memperoleh pendidikan.
Setelah dihapuskannya RSBI/SBI ini diharapkan tidak
hanya sekadar ganti baju. Tidak ada lagi evolusi dari sekolah RSBI/SBI yang
muncul dengan modus biaya sekolah yang mahal. Tidak perlu ada lagi jenis
RSBI/SBI lain yang akan menghiasi dunia pendidikan Indonesia agar terciptanya
pemerataan pendidikan. Dan kebijakan ini semoga saja tidak hanya sekadar ganti
nama dari RSBI/SBI menjadi nama lain yang lebih keren.
Termuat di HARIAN JOGJA
Selasa, 22 Januari 2013