Kamis, 24 Januari 2013

MENJANGKAU HARAPAN WARGA MISKIN


Penghapusan label Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) oleh Mahkamah Konstitusi tentu menjadi sebuah kejutan baru bagi dunia pendidikan. RSBI/SBI dianggap telah melalaikan tugas negara dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi semua warga negara Indonesia. Adanya label RSBI/SBI seakan-akan membuat pendidikan yang berkualitas hanya berada di sekolah yang berlabel RSBI/SBI, sedangkan sekolah yang tidak berlabel RSBI/SBI dianggap bukan sekolah yang berkualitas.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab IV pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Jelaslah bahwa menurut UU tersebut bahwa “setiap warga” berhak memperoleh pendidikan, maka warga yang miskin pun berhak memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa harus mengeluarkan uang yang banyak. Oleh karena itu, penghapusan label RSBI/SBI merupakan keputusan yang tepat untuk menciptakan pendidikan yang merata bagi semua warga negara Indonesia.
Sekolah-sekolah yang belabel RSBI/SBI menciptakan suatu kastanisasi pendidikan. Siswa yang bersekolah RSBI/SBI seakan berada di kasta yang paling tinggi, sedangkan siswa-siswa nonRSBI/SBI berada pada kasta yang rendah. Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah RSBI/SBI dapat mengurangi rasa cinta akan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa daerah untuk melestarikan kebudayaan-kebudayaan daerah. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang tetap bisa mengikuti arus globalisasi, tanpa melupakan budaya nasional dan budaya daerahnya.
Diskriminasi pendidikan sangat terlihat dengan adanya sekolah-sekolah RSBI/SBI. Mahalnya biaya di Sekolah Bertaraf Internasional, membuat warga yang tingkat ekonominya rendah merasa minder untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang telah bertaraf internasional. Dan pada akhirnya masyarakat golongan bawah hanya dapat menyekolahkan anaknya di sekolah biasa yang sarana dan prasarananya kurang. Sedangkan bagi siswa yang kaya, akses pendidikan menjadi sangat mudah karena mereka mampu membayar mahal untuk dapat duduk di bangku sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang sangat lengkap.
Di saat masih ada siswa yang tidak mampu mendapatkan pendidikan karena faktor biaya, RSBI/SBI semakin membuat siswa miskin semakin sulit mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkulitas harus bisa dijangkau oleh seluruh warga negara Indonesia tanpa membedakan antara siswa miskin dan siswa kaya. Siswa miskin juga berhak memperoleh pendidikan yang berkualitas tanpa biaya yang mahal.
Pendidikan bermutu tidaklah harus mahal, itulah yang diinginkan setiap warga miskin agar dapat memperoleh keadilan dalam bidang pendidikan. Dengan dihapuskannya RSBI/SBI diharapkan semua warga dapat memperoleh pendidikan yang bermutu tanpa harus terbentur oleh mahalnya biaya pendidikan. Penghapusan RSBI/SBI diharapkan dapat menghapuskan kastanisasi dan diskriminasi pendidikan di Indonesia agar terciptanya keadilan pendidikan bagi siswa miskin dan siswa kaya.
Sekolah bukanlah tempat menunjukkan kekayaan yang dimiliki, namun sekolah merupakan wahana untuk membentuk generasi penerus bangsa yang berjiwa Pancasila. Sekolah bukanlah ladang bisnis, sekolah harus mampu menyantuni siswa-siswa miskin untuk mendapatkan bantuan sekolah gratis. Dengan dihapuskannya RSBI/SBI diharapkan tidak ada lagi iuran yang memberatkan orang tua murid. Di lain pihak, penghapusan RSBI/SBI diharapkan tidak menurunkan kualitas sekolah-sekolah yang dulunya berlabel RSBI/SBI. Meskipun tidak lagi berlabel RSBI/SBI, sekolah harus tetap mempertahankan kualitas pendidikan yang dimiliki.
Sekolah harus benar-benar menjangkau seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat golongan bawah sampai masyarakat golongan atas. Masyarakat golongan bawah tentu memiliki harapan besar agar dapat hidup lebih baik dengan memperoleh pendidikan. Mereka ingin mengubah jalan hidup menjadi lebih baik melalui pendidikan. Mereka ingin kebutuhan akan pendidikan terpenuhi. Pemerintah tidak boleh memupuskan harapan warga miskin untuk memperoleh pendidikan, kebijakan pemerintah harus bisa menjangkau warga miskin untuk dapat memperoleh pendidikan.
Setelah dihapuskannya RSBI/SBI ini diharapkan tidak hanya sekadar ganti baju. Tidak ada lagi evolusi dari sekolah RSBI/SBI yang muncul dengan modus biaya sekolah yang mahal. Tidak perlu ada lagi jenis RSBI/SBI lain yang akan menghiasi dunia pendidikan Indonesia agar terciptanya pemerataan pendidikan. Dan kebijakan ini semoga saja tidak hanya sekadar ganti nama dari RSBI/SBI menjadi nama lain yang lebih keren.



Termuat di HARIAN JOGJA
Selasa, 22 Januari 2013